x_3c151c33

Minggu, 11 Desember 2011

Lelaki Pendek, Hitam dan Lebih Jelek dari Untanya

"Ada berjuta orang baik yang tidak kita kenal"

Di Baqi' yang hening, kampung kecil di pinggiran Madinah, Rasulullah seperti biasa menyampaikan nasihat-nasihatnya. "Siapa yang hari ini mengeluarkan shadaqah, maka aku akan memberikan kesaksian baginya di sisi Allah pada hari kiamat", begitu Rasulullah mengabarkan berita gembira.

Tak lama datang seorang penduduk. orang itu begitu hitam mukanya, paling pendek di antara penduduk yang lain. Bahkan lelaki itu selama ini dianggap paling hina di antara mereka. Lelaki itu datang membawa seekor unta yang sangat bagus. Tidak ada seekor unta pun yang lebih bagus dari unta miliknya.

"Apakah unta ini untuk shadaqah?" tanya Rasulullah.
"Benar wahai Rasulullah", jawab lelaki itu.

Tiba-tiba ada orang yang berkomentar mengejeknya. "Dia menshadaqahkan untanya? Padahal unta itu lebih bagus dari dirinya".

Mendengar perkataan itu, Rasulullah tidak senang dan berkata,"Kamu sangat keliru, itu tidak benar. Bahkan orang ini lebih baik dari dirimu dan untanya. Engkau keliru."

Rasulullah bahkan mengulang perkataan itu tiga kali. lalu menambahkan, "Beruntunglah orang yang zuhud dan berusaha".

Begitulah, lelaki hitam dan pendek penduduk Baqi' itu adalah fragmen tentang orang baik yang dilecehkan. Ia bukan saja tidak terkenal, bahkan ia dianggap paling hina di antara sesama warga kampung itu. Wajahnya hitam, tubuhnya pendek. Untanya lebih 'ganteng' dari darinya.

Pola pikir "Lelaki pendek, hitam, lebih jelek dari untanya" seperti itu, sesungguhnya hari-hari ini begitu mewabah. Kita hidup di tengah masyarakat yang hanya melihat harga orang lain dari tampilan luarnya. Maka di sini berlaku hukum ketenaran, keterkenalan, dan kemahsyuran. Sesuatu yang sangat mudah direka-reka oleh industri media yang menggurita. Raksasa media hanya punya satu bahasa: bila kamu tidak terkenal maka kamu bukan siapa-siapa.

Industri media semakin mengokohkan, bahwa menjadi terkenal saat ini tidak harus dengan kebaikan. Ia bisa membuat yang buruk tampil terkesan baik, alami, manusiawi, dan bagian dari hak asasi. Sebaliknya, ia bisa pula menampilkan orang-orang baik, dalam format yang kumal, lusuh, dan tak punya gairah hidup.

Semua itu telah memaksa orang dengan perlahan namun dangat masif, bahwa orang-orang besar ialah mereka yang berulang-ulang muncul di televisi, tampil di atas panggung, menyeruak di atas pentas. Padahal ada berjuta orang baik yang tak pernah dikenal. Ada berjuta orang baik yang deumr hidupnya , hingga akhir hayatnya tidak pernah muncul sedetikpun di televisi.

Memahami prinsip ini sangat penting. Tidak semata soal etika menghormati sesama. Lebih dari itu, sikap ini, kali pertama kepentingannya adalah untuk diri kita sendiri. Ialah agar kita tidak pernah sedetik pun merasa lebih baik dari orang lain, dalam hal apa saja. Agar kita tidak mengukur kebaikan dengan kacamata diri sendiri. Sungguh, itu adalah kesalahan besar.

Dunia yang luas ini, semestinya memberi kita ruang kesadaran, bahwa ada begitu banyak orang yang tak kita kenal. Terlebih orang-orang baik di antara mereka. Berapakah saudara kita? Yang dengan mudah kita eja nama-namanya? Berapakah sahabat, kerabat, kenalan dan teman kita? Yang dengan ringan bisa kita sebut namanya? Seratus? Atau dua ratus? Kawan bermain di masa sekolah saja mungkin kita sudah lupa.

Seperti perlombaan di awan yang gelap, seperti itulah hidup kita. Kita semua berlari, mengejar apa yang layak kita persembahkan untuk kehidupan di akhirat kelak. Baik atau buruk, ke surga atau neraka. Begitu pun orang lain. Di sini, di negeri ini, atau di negeri asing nun jauh di sana. Di sekitar kita, atau jauh di pelosk-pelosok desa. Dalam lari yang panjang di medan amal itu, kita tidak pernah tahu, sejauh mana orang lain yang berjuta-juta jumlahnya di dunia ini, telah sampai pada kadar kebaikannya.

Dalam makna yang lebih mendalam, Rasulullah, seperti disampaikan Anas bin Malik, bersabda “Berapa banyak orang yang kusut dan bersebu, memakai selembar pakaian lusuh, tidak mengundan perhatian, namun sekiranya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah mengabulkannya” (HR. Tirmidzi).

Siapa pun kita, sejujurnya kita bukan siapa-siapa. Dilihat dari kenyataan bahwa ada berjuta orang lain di sana, yang mungkin tidak pernah kita kenal sebelumnya. Dan mungkin tidak akan pernah kita kenal selamanya. Sangat mungkin di antara mereka, adalah orang-orang yang jauh lebih baik, lebih terhormat, lebih banyak melakukan kebaikan, lebih luas pengetahuannya, lebih khusu’ penghambaannya, dan lebih kuat pengharapnnya kepada Allah SWT dari pada kita.

Syafi’i sendiri mengajarkan kepada kita bahwa menjadi baik tidak harus terkenal ketiak ia berkata,” Saya ingin sekali manusia mengetahui ilmu ini, dan tidak menisbahkannya sedikit pun pada saya selam-lamanya”. Lantas ia memberi alasan, “Agar aku diberi pahala karenanya, dan mereka tidak memuji aku”.

Menjadi baik tidak serta merta terkenal. Sebagaiman orang-orang terkenal, kesohor bukan berarti ia orang-orang yang layak ditiru. Ini adalah zaman di mana ketenaran bisa dengan modal murahan, termasuk menggadaikan kehormatan dan jati diri.

Di hari-hari yang penuh fitnah ini, kita harus yakin, ada begitu banyak orang yang kita kenal, tapi mereka jauh lebih baik dari kita. Kesadaran ini akan memacu dua hal sekaligus: kita akan terus berbenah, menata diri dan meningkatkan kebaikan.  Kedua bahwa kita tidak boleh merasa cukup, merasa lebih baik, sebab hanya kelak di akhirat kita tahu dalam persidangna masal seluruh penduduk bumi, apakah kita baik atau tidak.

Ada banyak orang baik yang memilih untuk tidak dikenal. Mereka mencintai pilihan hidup yang juga dicintai Allah. Seperti disabdakan Rasulullah,”Sesungguhnya Allah menyukai orang yang sembunyi-sembunyi, miskin bertakwa dan berbuat kebaikan. Jika mereka tidak tampak maka tidak dicari orang, dan apabila mereka tampak mereka juga tidak dikenali orang. Hati mereka adalah pelita-pelita petunjuk. Mereka keluar dari segala cobaan yang buta dan gelap”

Ada berjuta orang yang memilih jalan itu. Ya, ternyata ada berjuta orang baik yang tak kita kenal.

Minggu, 27 November 2011

>>>>>> HADIRILAH <<<<<<
"TALKSHOW INSPIRATIF: Membangun Wanita Mandiri sebagai Poros Perdaban"
Sabtu, 3 Desember 2011, di auditorium UNNES.
pukul 07.00-12.00 WIB.
Pembicara:
1. Ibu Yulyani (Women in Development Golden Award, Kadin Surabaya)
2. Ibu Rustriningsih (Wagub Jateng)
HIburan:
@ drama treatrikal
@ nasyid
@ fashion show
Fasilitas:
- Talkshow KIT
- Snack
- Sertifikat
- Block note
- Ball point
- Doorprise : hp, modem,dll
daftar dengan cara sms: DAFTAR_NAMA_TSI_INSTANSI/UNIV/SEKOLAH
kirim ke 085642745199
Biaya:@mahasiswa: Rp. 35.000,- @umum: Rp. 50.000,-
>>>diskon 5% untuk pembelian 5 tiket sekaligus<<<

Selasa, 15 November 2011

ABU AYYUB AL ANSHARY

 (Dimakamkan di bawah pilar kota Konstantinopel)

Sahabat  yang  mulia ini  bernama  :KHALID  BIN  ZAID  BIN  KULAIB  dari  Bani  Najjar. Gelarnya Abu Ayyuh, dan golongan Anshar. Siapakah di antara kaum muslimin yang belum mengenal Abu Ayyub Al-Anshary? Nama dan derajatnya dimuliakan Allah di kalangan makhluk, baik di Timur mahupun di Barat. Kerana Allah telah memilih rumahnya di antara sekalian rumah kaum muslimin, untuk tempat tinggal Nabi-Nya yang mulia, ketika beliau baru tiba di Madinah sebagai Muhajir. Hal ini cukup membanggakan bagi Ayu Ayyub.
Bertempatnya Rasulullah di rumah Abu Ayyub merupakan kisah manis untuk diulang-ulang dan enak untuk dikenang-kenang. Setibanya  Rasulullah  di  Madinah,  beliau  disambut  dengan  hati  terbuka  oleh  seluruh penduduk, beliau dielu-elukan dengan kemuliaan yang belum pernah diterima seorang tamu atau  utusan  manapun.  Seluruh  mata  tertuju  kepada  beliau  memancarkan  kerinduan  seorang kekasih kepada kekasihnya yang baru tiba. Mereka membuka hati lebar-lebar untuk menerima kasih sayang Rasulullah. Mereka buka pula pintu rumah masing-masing, supaya kekasih mulia yang drindukan itu sudi bertempat tinggal di rumah mereka. 
Sebelum sampai di kota Madinah, beliau berhenti lebih dahulu di Quba selama beberapa hari. Di kampung itu beliau membangun masjid yang pertama-tama didirikan atas dasar taqwa. Sesudah itu beliau meneruskan perjalanan ke kota Yatsrib mengendarai unta. Para pemimpin Yatsrib berdiri sepanjang jalan yang akan dilalui beliau untuk kedatangannya. Masing-masing berebut meminta Rasulullah tinggal di rumahnya. Kerana itu Sayyid demi Sayyid menghadang dan memegang tali untuk beliau untuk membawanya ke rumah mereka. 

“Ya,  Rasulullah!  Sudilah  Anda  tinggal  di  rumah  saya  selama  Anda  menghendaki. Akomodasi. dan keamanan Anda terjamin sepenuhnya.” kata mereka berharap. 
Jawab Rasulullah, “Biàrkanlah unta itu berjalan ke mana dia mahu, kerana dia sudah mendapat perintah.” 

Unta Rasulullah terus berjalan diikuti semua mata, dan diharap-harapkan seluruh hati. Bila untuk melewati sebuah rumah, terdengar keluhan putus asa pemiliknya, kerana apa yang diangan-angankannya ternyata hampa. Unta  terus  berjalan  melenggang  seenaknya.  Orang  banyak  mengiringi  di  belakang. Mereka ingin tahu siapa yang beruntung rumahnya ditempati tamu dan kekasih yang mulia ini. Sampai di sebuah lapangan, iaitu di muka halaman rumah Abu Ayyub Al-Anshary unta itu berlutut. Rasulullah tidak segera turun dan punggung unta. Unta itu disu ruhnya berdiri dan berjalan kembali. Tetapi setelah berkeliling-keliling, untuk berlutut kembali di tempat semula. Abu  Ayyub  mengucapkan  takbir  kerana  sangat  gembira.  Dia  segera  mendekati Rasulullah dan melapangkan jalan bagi beliau. Diangkatnya barang-barang beliau dengan kedua tangannya, bagaikan mengangkat seluruh perbendaharaan dunia. Lalu dibawanya ke rumahnya. Rumah  Abu  Ayyub  bertingkat  tingkat  atas  dikosongkan  dan  dibersihkannya  untuk tempat tiniggal Rasulullah. Tetapi Rasuluulah lebih suka tinggal di bawab. Abu Ayyub menurut saja di mana beliau senang. Setelah malam tiba, Rasulullah masuk ke kamar tidur. Abu Ayyub dan isteninya naik ke tingkat atas. Ketika suami isteri itu menutupkan pintu, Abu Ayyub berkata kepada  isterinya,  
“Celaka....!  Mengapa  kita  sebodoh  ini.  Pantaskah  Rasulullab  bertempat  di bawah, sedangkan kita berada lebib tinggi dari beliau” Pantaskah kita berjalan di atas beliau? Pantaskah kita mengalingi antara Nabi dan Wahyu? Niscaya kita celaka!”
Kedua suami isteri itu bingung, tidak tahu apa yang harus diperbuat Tidak berapa lama berdiam diri, akhirnya mereka memilih kamar yang tidak setentang dengan kamar Rasulullah Mereka berjalan benjingkit-jingkit untuk menghindarkan suara telapak kaki mereka. 
Setelah hari Subuh, Abu Ayyub berkata kepada Rasulullah kami tidak mahu terpejam sepicing pun malam ini. Baik aku mahupun ibu Ayyub” “Mengapa begitu?” tanya Rasulullah “Aku ingat, kami berada di atas sedangkan Rasulullah Yang kami muliakan berada di bawah. Apabila bergerak sedikit saja, abu berjatuhan mengenai Rasulullah. Di samping itu kami mengalingi Rasulullah dengan wahyu,” kata Abu Ayyub menjelaskan “Tenang sajalah, hai Abu Ayyub.  Saya  lebih  suka  bertempat  tinggal  di  bawah,  kerana  akan  banyak  tamu  yang  datang berkunjung.”
Kata Abu Ayyub, “Akhirnya saya mengikuti kemahuan Rasulullah. Pada suatu malam yang dingin, bejana kami pecah di tingkat atas, sehingga airnya tumpah. Kain lap hanya ada sehelai, kerana itu air yang kami keringkan dengan baju, kami sangat kuatir kalau air mengalir ke tempat Rasulullah. Saya dan Ibu Ayyub bekerja keras mengeringkan air sampai habis. Setelah hari Subuh saya pergi menemui Rasulullah. Saya  berkata  kepada  beliau,  “Sungguh  mati,  saya  segan  bertempat  tinggal  di  atas, sedangkan Rasulullah tinggal di bawah”.
Kemudian  Abu  Ayyub  menceritakan  kepada  beliau  perihal  bejana  yang  pecah  itu. Kerana itu Rasulullah memperkenankan kami pindah ke bawah dan beliau pindah ke atas. Rasulullah  tinggal  di  rumah  Abu  Ayyub  kurang  lebih  tujuh  bulan.  Setelah  masjid Rasulullah selesai dibangun, beliau pindah ke kamar-kamar yang dibuatkan untuk beliau dan para isteri beliau sekitar masjid. Sejak pindah dari rumah Abu, Rasulullah menjadi  tetangga dekat bagi Abu Ayyub. Rasulullah sangat menghargai Abu Ayyub suami isteri sebagai tetangga yang baik. Abu  Ayyub  mencintai  Rasulullah  sepenuh  hati.  Sebaliknya  beliau  mencintainya  pula, sehingga  mereka  saling  membantu  setiap  kesusahan  masing-masing.  Rasulullah  memandang rumah Abu Ayyub seperti rumah sendiri. 


Senin, 27 Juni 2011

HIKMAH PUASA

Memang manusia hanya dapat merencanakan, selebihnya Allah-lah yang menentukan. Sama halnya ketika saya tidak berencana untuk datang ke suatu majelis. Namun di perjalanan pulang saya bertemu dengan saudari saya yang mengajak untuk datang di KAFILAH (Kajian Fiqih Muslimah-Biro Keputrian UKKI) saat itu Senin, 20 Juni 2011. Dan Saya baru ingat kalau ada KAFILAH setiap Senin jam empat sore yang sebenarnya ini pertama kali saya ke sana (karena biasanya saya kuliah tapi kebetulan kuliah saat tu berakhir lebih awal). KAFILAH saat itu sedang mengkaji mengenai Hikmah Puasa. Beberapa hikmah puasa  adalah
·         Tazkiyatun Nafs
·         Menyehatkan badan
Kemenangan ruh Ilahi atas materi, akal pikiran atas nafsu syahwat. “orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, ketika berbuka ia bahagia dengan bukanya, ketika bertemu dengan Tuhannya ia berbahagia dengan puasanya itu”
·         Puasa merupakan Tarbiyah bagi Iradah (kemauan), jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran.
·         Puasa berpengaruh mematahkan gelora syahwat
·         Menajamkan perasaan terhadapa nikmat Allah. Merasakan nikmatnya kenyang/lapar
·         Puasa juga mempunyai hikmah ijtima’iyah (social)
“Barang siapa member makanan untuk berbuka orang yang brpuasa, ia mendapat pahala sepeti pahalanya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu”
·         Gabungan dari semua itu, puasa dapat mempersiakan orang menuju derajat taqwa.
Demikan itu poin-poin yang diambil dari buku Fiqih Puasa (dr. Yusuf Qardhawi) dijelaskan oleh Bu Suci. Namun dalam hati ini kemudian muncul pertanyaan bagaimana hukumya puasa ketika kita berniat puasa tidak pada malam hari lantaran baru tahu bahwa hari itu adalah hari puasa sunnah namun Allah masih menjaga kita belum makan dan minum selama itu. Dan jawaban dari Bu suci adalah boleh. Tentuya Bu Suci juga berpedoman pada dalil yang kuat, tidak sembarang menjawab.
Semoga bemanfaat bagi teman-teman yag membaca tulisan ini. Karena ada beberapa teman dan adik kelas yang menanyakan hal yang serupa.

Kamis, 21 April 2011

Untuk Para Ibu


Ibu adalah sosok yang sangat menginspirasi saya. Memang benar pepatah “kasih anak sepanjang galah, kasih ibu sepanjang jalan”. Bisa dibayangkan sendirilah berapa panjang galah paling hanya dua sampai tiga meter. Sedangkan jalan, mungkin kita tidak tahu di mana ujung suatu jalan kalau belum disusuri, dan tentunya perjalanan menyusuri jalan itu tidak sesingkat yang kita bayangkan. Atau barangkali waktu kita kecil dengan lafal yang ‘pelo’ sering melantunkan lagu berikut
Kasih Ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia

Hm.. kalau memang benar kita merasakan kasih Ibu betapa terharunya hati ini mendengar lagu itu. Jika lagu ini belum cukup, masih banyak lagu lain yang terinspirasi dari sosok Ibu untuk membuat hati kita menangis, ingin segera saja pulang memeluk penuh rindu dan bersimpuh di kakinya. ( Satu Rindu-Opik-, Mama Bunda Umi, Bunda-Melly Goeslow-, Ibu-Iwan Fals-, dsb)   

Pernah suatu ketika terlintas dibenakku, Apakah Ibu tidak bosan dengan pekerjaan rumah yang setiap hari menantinya? Dari membuka mata hingga semua orang di rumah sudah terlelap tidur bahkan Ibu satu-satunya yang masih terjaga. Bangun paling awal dan tidur paling akhir. Mengerjakan pekerjaan rumah seperti menanak nasi, mecuci, menyetrika, menyapu, mengepel, menyiapkan keperluan anak-anak sekolah, mengantar anak ke sekolah, hingga memasak. Semua itu dilakukan untuk kami. Bukankah pekejaan itu sangatlah melelahkan? Namun yang mengherankan adalah tidak ada raut kebosanan di wajah Ibu.

Lelahkan Ibu dengan pekerjaan-pekerjaan itu? Pernahkah ibu mengeluh hingga tidak mau melakukan pekerjaan itu lagi? Pernahkah ibu mengungkit-ungkit pekerjaan yag telah dilakukannya? Ternyata tidak. Sampai saya menyadari bahwa Ibu mengerjakan itu semua dengan penuh keikhlasan. Karena sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan rumah tangga itu adalah upaya untuk mencari eksistensi diri kita (muslimah) di hadapan Allah, bukan di hadapan siapa-siapa, bukan suami, bukan anak-anak, bukan pula orang lain. Maka ia akan setara dengan jihad fisabilillah. Inilah yang selama ini Ibu yakini. Apapun yang kita kerjakan jika muara amal kita adalah untuk-Nya maka  itu akan menjadi besar walaupun secara pandang pekerjaan itu kecil dan sepele. She is my mother. How about your mom? I am sure that she’s not much different.

Subhanallah, betapa mulianya sosok Ibu. Bahkan dalam suatu riwayat hadist, seorang ibu tiga kali lebih dihormati dibandingkan Ayah. Karena Ibu yang menderita saat mengandung, Ibulah yang bertaruh nyawa saat melahirkan anaknya, dan Ibulah yang senantiasa mendoakan anaknya.

Lantas apakah yang dapat dilakukan seorang anak untuk  menebus semua itu?
Ketahuilah wahai saudariku, bahwa kita tidak akan mampu untuk membalas semua kebaikan Ibu kepada kita. Kita hanya diwajibkan untuk melakukan apa yang ada dalam ayat berikut.
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Al Ahqaaf: 15)

“Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar." Lalu dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka."(Al Ahqaaf: 17)

Jadi dapatkah kita menjadi seperti sosok ibu yang demikian itu? Atau ternyata malah kita masih merasa tidak adil tehadap kodrat wanita sebagai ibu dengan segala konsekuensinya? Ingat! Allah adalah pencipta makhluk-Nya termasuk wanita maka Allah juga lah yang paling tau mengenai apa yang terbaik dan apa yang tidak untuk makhluknya yang satu ini.
Don’t be pessimist, Don’t be affraid to be a great mother.

Rabu, 23 Maret 2011

ETIKA BERKOMUNIKASI DALAM ISLAM

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama yang syumul (menyeluruh). Segala hal telah ada aturannya sendiri dalam Islam. Bahkan dalam berkomunikasi pun telah diatur oleh Islam. Tahu sendiri kan?  Kalau wanita itu juara dalam bahasa. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya miscomunication ada beberapa point yang perlu diperhatikan. Let’s know it!
Merendahkan intonasi suara
Imam Hasan Al-Bana pernah mengatakan,” janganlah mengangkat atau meninggikan suaramu di atas kebutuhan orang yang mendengarnya. Sesungguhnya tindakan seperti itu merupakan ru’unah (kekacauan dalam kepribadian) dan sesuatu yang sangat menyakitkan baginya”.
Ya, pastinya kita semua tidak suka jika ada seseorang yang berbicara dengan nada yang tinggi bukan? Mungkin dalam pikiran kita bertanya-tanya apa yang salah dengan kita, kok orang ini marah-marah (padahal tidak,) atau malah kita yang marah karena dianggap tuli? Hehe, tuh kan? Jadi salah paham.
So, memang lebih baik kalau kita merandahkan intonasi suara. Selain untuk menghindari hal-hal di atas, ternyata merendahkan intonasi suara ketika berbicara merupakan sikap terpuji yang menandakan bahwa pelakunya memiliki adab yang baik, keyakinan diri yang tinggi, serta cenderung benar dan mantap dalam kata-kata yang diucapkannya.
Jadi mari mulai dari sekarang mari berlatih berbicara dengan intonasi yang pas, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Kalau terlalu rendah malah dikira sedang bisik-bisik. Si penulis juga lagi belajar kok. Hehe. (nyadar kalau ternyata selama ini dirinya kasar sekali).
Memerhatikan dengan seksama
Ingat! Perhatikan dengan baik. Janganlah menganggap remeh orang yang berbicara dengan kita, menganggapnya bodoh, dan lebih rendah dari kita. Sombong sekali jika kita seperti itu!  Padahal dalam Al Hujurat: 11, Allah melarang kita untuk mengolok-olok orang lain karena bisa jadi orang tersebut lebih baik dari kita. Selain itu juga, apa salah satu dari kita ada yang berani menanggung resikonya (bonyok, babak belur gara-gara gaya kita kaya nantangin gitu. Gak keren banget. Hihi..makanya jangan suka cari perkara).  Lebih baik menghormati lawan bicara kita sehingga bisa semakin mempererat tali ukhuwah.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud hadist yang berbunyi sebagai berikut, “Ummul mukminin Aisyah ra. Berkata, ‘Saya pernah meniru-nirukan (gerakan dan gaya) seseorang. Melihat tindakan saya itu, Rasulullah saw. menegur  saya dan berkata, “Demi Allah, saya tidak suka meniru-nirukan (gerakan dan gaya) orang lain (yang mengundang tawa) karena saya lebih sibuk mengintrospeksi diri”.
Nah lo! Ada yang masih suka seperti itu? ayo lekas diubah ya.  Caranya dengan tersenyum kepada teman bicaramu (seikhlas mungkin),  tunjukan simpatimu terhadap kesulitan-kesulitannnya, dan jadilah pendengar yang baik.
Tidak memotong pembicaraan
Nah yang satu ini, sering tanpa sadar dilakukan. Teman kita belum selesai berbicara, kemudian kita langsung nyerocos  seenak hati. Padahal mungkin saja teman kita hanya butuh didengarkan. Oleh karena itu alangkah lebih baik menjaga lisan kita, sampai orang lain selesai bicara. Jangan mentang-mentang tidak sesuai dengan pendapat kita, kemudian kita langsung memotongnya. Biarkan dia menyudahi ucapan-ucapannya. Barulah setelah itu kita menyampaikan tanggapan-tanggapan kita.
Mendengarkan sesorang yang kamu sayangi merupakan salah satu cara paling sederhana untuk menunjukan pada orang itu bahwa kamu peduli.

Senin, 31 Januari 2011

mukaddimah

Assalamu'alaykum.
Ada yang punya ide, mau diapakan departemen Annisa Sigma?? (kok gak tanya ADA ORANG?)
Hm.. kalau sudah punya ide silahkan share ya..
Kata orang Annisa itu kreatif, berlimpah ide, dan banyak hal yang menyenangkan. percaya gak? let's prove it!!

catatan:
Annisa kita tidak eksklusif lho,, siapapun boleh bergabung di Annisa, yup! bergabung, formasi megazord.(?)
siapapun boleh mengaku Annisa (kecuali Ar Rijal), ya karena memang Annisa artinya wanita.
karena Annisa ingin dimengerti...(na na na>>>ada band's song)
WAKKS!! ah yang penting Annisa milik kita. Jadi jangan sungkan-sungkan untuk mengulak-ngulik Annisa.
oh ya talk less do more y?
so, wassalamu'alaykum.